welcome to my zone..

this blog is originally of me, there's no a copy of someone else's articles. and please, do not copy without permission before.

Tuesday, August 5, 2014

Esensi Menikah Bagi Seorang Perempuan Muslim



Menikah.

Entah mengapa belakangan ini topik menikah semakin santer terdengar di lingkungan sosial sekitar saya. Entah dalam pergaulan teman-teman di kantor, teman-teman pengajian, teman-teman alumni SMA, keluarga maupun teman-teman di jejaring sosial.

Mungkin juga karna saya dan teman-teman sebaya memang berada di zona usia yang dianggap sudah pantas menikah.

Nah, dari banyak percakapan yang berputar-putar di sekitaran telinga saya, saya melihat beragamnya pandangan seseorang tentang esensi menikah maupun tentang pernikahan itu sendiri.

Ini agak sensitif saya rasa, dan saya mohon maaf sebelumnya apabila ada kata-kata yang kurang berkenan. Atau tidak sependapat. Karna tulisan ini hanya merupakan opini saya saja sebagai salah satu perempuan muslim yang hidup di era sekarang ini.



"Aaahh.. gue pengen nikah! Pokoknya gue pengen nikah! Teman-teman gue udah nikah semua, masa gue belum?!" Ucap seorang teman kepada saya ~ ini kok ngebet banget, ono opo tho?


"Halah, nikah tu gampang.. udah, buruan nikah!" Kata seorang senior yang memang sering melancarkan pernikahan ~ nikahnya sih gampang aja, lalu setelah itu?


"Nikah? Punya apa lo? Gila kali, main nikah ajaa.." ucap seorang teman ketika adiknya minta izin untuk nikah mendahuluinya ~ apa iya, seberat itu ya? emang seharusnya modal apa saja yang harusnya dimiliki dan dianggap sudah pantas menikah?

Lihat, Pandangan dan responsnya beda-beda khan?



Kalimat pertama


Kalimat ini menyiratkan bahwa nikah itu jadi sebuah pencapaian yang semakin dahulu ia lewati, maka dialah pemenangnya. Bahkan ia khawatir jika ia telah tertinggal, maka artinya ia kalah.

Bahkan kalimat pertama tersebut menyiratkan siapa saja yang penting nikah! 

Tadi siang saya juga baru saja mengalami kejadian serupa. Saya ditanya oleh seorang lelaki yang tak dikenal melalui message di facebook, dia bertanya tanpa tedeng aling-aling apakah saya sudah punya calon belum. Kemudian ia bertanya lagi apakah saya sudah siap menikah?


Ini menurut saya bukan hanya kurang sopan, tapi ia juga meremehkan esensi pernikahan itu sendiri.
Bagaimana tidak, bagaimana mungkin ia menanyakan soal pernikahan seperti itu pada orang yang tak mengenalnya dan tak ia kenal betul?

Waduh, menikah khan bukan hanya tentang pesta resepsi dimana kita tampil cantik dan tampan dengan dandanan, kemudian difoto dan diupload di sosial media lalu dipamerkan ke semua teman.

Nah loh, apa anda termasuk orang yang berpikir hanya seperti itu esensi menikah?

Pernikahan itu bukan tentang menikah, lalu sudah.


Menurut saya, pernikahan itu hanya awal. Gerbang menuju babak kehidupan selanjutnya. Bahkan babak yang sangat panjang dan kompleks. Jadi justru proses setelah menikahnya itu lohh intinyaa..

Dengan siapa dan untuk tujuan apa kita menikah itu adalah faktor penentu alur babak kehidupan kita selanjutnya.

Ada teman yang bilang begini, udah.. ga usah pilih-pilihlah..

Loh? Gimana bisa ga pilih? Ini untuk seumur hidup kamu loh.. Kalau nanti salah pilih dan menyesal bagaimana? Memang bisa, dari ulang?

Kalau gitu, random saja bisa donk? Kamu jalan saja ke terminal atau halte, kemudian kamu tentukan wanita atau pria ke sekian yang lewat depan kamu  (misal wanita atau pria ke lima) maka ia pantas kamu lamar dan jadikan istri atau suami.

Iyalah.. khan ga usah pilih-pilih katanya.. hehe apa mau seperti itu? Ga mungkin juga khan kita seperti itu?

Yang betul itu menurut saya, proses memilih siapa yang tepat itu tetap harus dijalankan. Namun kriterianya saja yang tidak usah terlalu tinggi. Dan tinggi rendahnya itu pun disesuaikan dengan diri kita sendiri. Karna jodoh itu cerminan diri.

Itu yang saya sebut memilih.

Bahkan ada seorang teman yang dinasehati ibunya untuk menerima siapa saja yang melamar ia pertama kali. Betul, akhirnya ia menikah di usia yang relatif muda. Dia dilamar oleh seorang laki-laki yang boro-boro cinta, bahkan kenal saja tidak. Kemudian sesuai nasehat ibunya, maka ia terima pinangan lelaki tersebut.

Tak lama kemudian, belum setahun saya dengar teman saya tersebut bercerai. Katanya lantaran tak tahan dengan sikap si lelaki yang keras.

Nah, kesimpulannya apa?
Hehe.. jadi ga mungkin ga milih juga khan?


Menurut saya pribadi sebagai seorang perempuan muslim, menikah itu berarti mempercayakan hidup dan surganya pada orang lain.

Mempercayakan hidup?
Tentu saja, seumur hidup kita harus selalu setia mendampingi dan menemani suami dalam keadaan apapun. Kita juga dituntut untuk selalu taat dan ta'dzhim pada suami. Bahkan apapun yang ingin kita lakukan pun harus seizin suami.


Mempercayakan Surga?
Iya, mempercayakan surga kita pada suami. Karna yang menentukan kita masuk surga atau tidak sebagai seorang istri adalah penyaksian suami kita kelak. Apapun yang kita lakukan selama itu diniati taat suami dan tidak maksiat, maka itu berpahala. Sebaliknya apapun yang kita lakukan, sehebat apapun kalau suami tidak ridho, maka kita dosa.




Nah, segitu pentingnya peran suami bagi seorang perempuan. Maka perempuan itu harus pintar-pintar memilih juga menurut saya.

Waktu ditanya oleh kakak perempuan saya tentang sebutkan satu kriteria lelaki seperti apa yang kamu inginkan untuk menjadi suami. Dengan mantap saya menjawab, LELAKI YANG MEMILIKI AKHLAQUL KARIMAH.

Mungkin klise kedengarannya, tapi ya memang itu yang mencakup semuanya.

Orang yang memiliki akhlaqul karimah sudah pasti insya allah faham dan rajin mengajinya, memiliki attitude, Sopan, penyayang, setia, pengasih, lemah lembut, tidak kasar, jujur, baik, memiliki tenggang rasa, bertanggung jawab, tidak pelit, tidak bicara yang meyakiti hati, dan semua yang merupakan gugusan budi pekerti yang luhur.


Jika semua itu sudah dimiliki, apa kira-kira orang tersebut pantas kita percayakan hidup dan surga kita? Ya! Tentu saja ia pantas.

Bukan apa-apa, kita dituntut toat pada suami. Jika suaminya menyebalkan dan tidak memiliki perangai yang baik, apa kita bisa dengan mudah menthoatinya?
Jika suaminya tidak mudah bersyukur atas pelayanan istrinya, apa akan mudah kita dapat ridhonya?


Itulah tujuan menikah bagi saya, untuk hidup yang lebih bahagia dunia dan akhirat.

Nah, begitulah dasar pemikiran saya tentang esensi menikah dan tanggapan saya mengenai seseorang yang menganggap pernikahan sebagai sebuah prestasi membanggakan semata.

Untuk tanggapan kalimat kedua dan ketiga Insya Allah akan saya bahas terpisah, karna tulisan kali ini sudah cukup panjang.. hehe lagipula saya ingin sahur besok dini hari.. jadi saya harus segera tidur.


Terimakasih, Ajkh

With love, GSA
@ghinazzone

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

share with your friend!